Jumat, 10 Juni 2011

komunitas bocah kimplink


Jun 11, ' 1:23 AM
untuk semuanya
assalaamu’alaikum wr. wb.
Menjadi anak yang baik itu tidak sesederhana membalikkan telapak tangan. Saya tidak ingin menyebutnya ‘susah’, karena khawatir akan menanamkan sugesti negatif dalam benak para pembaca artikel ini, namun rasanya juga tidak tepat jika mengatakannya sebagai pekerjaan yang gampang. Sampai detik ini pun saya masih meraba-raba bagaimana cara terbaik memposisikan diri sebagai anak.
Birrul walidain’ (berbakti kepada orang tua) adalah bab yang tak mungkin dipisahkan dari agama Islam. Itulah salah satu ajaran fundamental dalam agama Islam (apakah dengan demikian setiap Muslim yang amat berbakti pada orang tua juga layak untuk disebut ‘fundamentalis’?). Ajaran ini ditegaskan oleh Rasulullah saw. berulang kali, dan digarisbawahi pula di dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat.
Cukuplah kisah Mush’ab bin Umair ra. sebagai gambaran pentingnya berbakti kepada orang tua. Ketika Mush’ab bin Umair ra. – saat itu adalah pemuda paling parlente, ganteng, cerdas, dan digemari oleh kaum perempuan Mekkah – memutuskan untuk mengikuti ajaran Muhammad saw. dengan resiko melarat, maka tampillah sang ibunda sebagai penentang yang paling gigih. Tidak hanya menentang, ia bahkan tega memenjarakan anaknya sendiri agar ia kembali ke agama nenek moyangnya.
Mush’ab ra. paham betul bahwa berbakti kepada orang tua adalah suatu prinsip yang mesti ditegakkan. Oleh karena itu, beliau tidak membuang imannya, namun juga tidak memberikan perlawanan terhadap ibunya. Beliau membiarkan dirinya dikurung dan menjalankan ibadahnya dengan tenang di dalam kurungan itu.
Suatu hari, ibunya yang sudah lelah memaksanya untuk murtad menemuinya dan mengatakan akan bunuh diri saja jika Mush’ab ra. masih keras kepala. Mush’ab ra. – meski demikian cintanya pada ibunya – menegaskan bahwa jika sang ibunda memiliki seratus nyawa, dan seratus nyawa itu melayang satu per satu, maka ia akan tetap pada keimanannya. Jika ibunya keras kepala, maka anaknya yang satu ini malah lebih keras kepala lagi.
Satu pelajaran penting dapat kita tarik dari kisah Mush’ab ra. dan ibunya. Salah satu masalah terbesar yang dialami seorang anak (dan setiap anak) dalam hubungannya dengan orang tuanya muncul karena ibu-bapaknya adalah juga manusia. Mereka 100% manusia, bukan makhluk yang bersih dari kekurangan. Seorang ayah bukanlah pahlawan serbabisa (meskipun kita mengharapkannya demikian), sementara seorang ibu bukanlah malaikat yang serbalembut (meskipun kita mengharapkannya demikian). Seorang ayah hanyalah seorang lelaki biasa, dan ibu hanyalah perempuan biasa. Mereka memiliki kekurangan, baik kecil dan besar, baik yang sudah mendarah daging atau yang muncul sewaktu-waktu saja akibat khilaf.
Kasus Mush’ab ra. adalah kasus yang amat ekstrem, di mana orang tua (bahkan ibunda, yang semestinya kita hormati tiga kali lebih banyak daripada ayah) memiliki ‘kekurangan’ yang amat parah (yaitu kekafiran), bahkan memaksa anaknya untuk ikut terjerumus dalam kesesatan yang sama. Meski demikian, prinsip berbakti pada orang tua tetap dijunjung tinggi.
Kita (baik yang sudah menjadi orang tua ataupun yang baru berstatus ‘anak’ saja) harus menyadari bahwa menjadi anak yang baik itu cukup rumit, karena keadaannya memang tidak sederhana. Di masyarakat kita berkembang paradigma bahwa anak yang baik itu adalah yang menurut pada orang tua. Kita pun belajar untuk mengikuti segala perintah orang tua demi mendapatkan gelar ‘anak baik’ tersebut.
Akan tetapi, ketika kita bertambah dewasa, setelah kita mampu menilai baik-buruknya segala hal, kita akan menemukan bahwa ternyata orang tua yang sering ‘memerintah’ kita itu ternyata hanya manusia biasa yang sering keliru. Tidak semua perintahnya benar dan pantas untuk dituruti. Salah adalah salah, tidak peduli siapa yang memerintahkannya, termasuk juga orang tua.
Saya ingat pernah melihat seorang anak SD di sebuah angkot yang mengalami dilema akibat perbuatan ibunya. Anak itu baru saja menandaskan minumannya dari sebuah kantung plastik, dan ia bertanya pada ibunya kemana ia harus membuang sampahnya. Ia cemberut ketika ibunya menyuruhnya untuk membuang saja sampahnya ke bawah jok angkot. Ia menggeleng dan meremas plastik tadi, dan terus saja menyimpannya di dalam tangannya yang kecil. Ia tahu bahwa perintah ibunya tadi salah. Barangkali gurunya di sekolah telah berhasil mendoktrinnya untuk membuang sampah pada tempatnya. Bagaimana pun, saya bisa melihat dengan jelas betapa hatinya tidak nyaman melihat kenyataan bahwa ibunya telah menganjurkannya untuk membuang sampah sembarangan. Terjadi konflik nilai dalam batinnya. Sekolah mengajarinya begini (dan ia sudah cukup cerdas untuk menyadari bahwa ajaran itu benar), namun ibunya mengajarinya begitu. Ini hanyalah sebuah contoh sederhana dari dilema yang dihadapi seorang anak ketika mengetahui kenyataan bahwa orang tuanya memiliki banyak kelemahan.
Tapi itulah kenyataannya. Kadang-kadang menjadi anak itu menyakitkan. Kita semua pernah mengalaminya, dan sudah pasti memahaminya. Sayang, banyak yang melupakan pengalaman masa kecilnya begitu saja ketika dirinya sudah menjadi orang tua. Begitu banyak orang yang mengulangi kesalahan orang tuanya sendiri. Ia tidak suka dengan suatu perlakuan orang tuanya, namun ia melakukan hal yang sama pada anaknya sendiri.
Kita tahu bahwa semua orang tua (yang normal) tidak menginginkan keburukan apa pun pada anak-anaknya. Mereka hanya khilaf ketika berbuat salah pada anak. Sayangnya, anak-anaknya itu kadang kurang mampu memahami bahwa orang tuanya hanyalah manusia yang tidak bersih dari kesalahan, namun mereka cukup mampu untuk merasakan sakit.
Banyak sekali contoh 'kesalahan' orang tua. Ada orang tua yang melarang putrinya berjilbab. Ada yang melarang anaknya aktif dalam dakwah. Ada yang memaksa anak-anaknya untuk terus berjibaku dengan pelajaran sekolah dan mengabaikan yang lain. Ada yang menjodohkan anaknya dengan orang yang tidak disukainya. Ada yang memaksa anaknya mengambil jurusan tertentu di perguruan tinggi. Inilah kenyataannya. Orang tua pun bisa, dan pasti pernah, berbuat salah.
Seorang teman pernah bertanya pada saya, “Mengapa ajaran agama hanya menyuruh kita untuk berbuat baik pada orang tua, seolah-olah mereka selalu benar?” Ia kemudian menyitir ayat :
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
(Q.S. Luqman [31] : 14)
Ibunda telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah. Kedua orang tua sudah mengorbankan banyak hal demi anak-anaknya. Lalu bagaimana jika kedua orang tua berbuat salah? Ya, justru itulah! Ayat di atas tidak menutup kemungkinan tersebut. Jika orang tua berbuat salah (dan pasti berbuat salah), maka anaknya pun mesti berusaha keras memberi maaf. Ya, tentu saja mereka banyak kekurangan, tapi bukankah pengorbanannya juga banyak?
Anak yang baik harus sering-sering memaafkan orang tuanya.
wassalaamu’alaikum wr. wb.

Tautan Bersponsor


Trendy, Cute, Chic, Elegant Dresses, Tees....just for your little princess :)


Low Prices on Shoes, Jewelry, Clothing, Food, Accessories, T-Shirts, Electronics and much more. Safe Shopping from friendly, trusted sellers. Great deals on local items.

izziaryy menulis on Mar 3, '07
Saling mendoakan biar bisa jadi anak baik ya Kang :)

rinrinjamrianti menulis on Mar 3, '07
setelah menjadi orangtua, lebih terasa banget.... tidak mudah menjadi orangtua.... selain harus menjadi anak yg baik juga harus membuat anak kita menjadi anak yang baik...

doa di setiap saat adalah mempunyai anak yg sholeh.... dan tentu sebelumnya kita juga menjadi anak yg sholeh/sholeha dulu.... aamiin

ianaja menulis on Mar 3, '07
Ya, tentu saja mereka banyak kekurangan, tapi bukankah pengorbanannya juga banyak?
==========================================================
betul sekali. semoga kita mampu untuk saling memaafkan dan berbuat yang terbaik untuk mereka

elqassam menulis on Mar 3, '07
gimana ya jadi orang tua...???? ^_^

seeselvy menulis on Mar 3, '07
pengalaman teman: ayahnya melarang anak2nya mengenakan jilbab, begitu juga istri beliau. Walaupun istrinya sejatinya mengenakan jilbab, namun saat tertentu sang suami memerintahkannya melepas, seperti: saat mengahdiri pesta pernikahan dan acara2 lainnya. Hal ini juga dialami teman saya, ia dilarang berjilbab waktu menikah, kecuali kelak bila sudah menginjak usia senja. Dan teman saya hanya bisa menuruti....dengan alasan : "ayah saya yg punya uang dan kuasa atas saya".
prihatin sebenarnya, tapi Insya Allah teman saya ini akan mendapatkan calon suami dengan kualitas iman yg baik(insya Allah menikah pada tanggal 1 April 2007), semoga kelak dapat menjadi imam yg baik.

wahyu25 menulis on Mar 4, '07
Wah teguran yang telak betul ....
Tendangan langsung ke ulu hati ...

Robbighfirli Waliwalidaya Warhamhuma kamaa Robbayani Soghiro... Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah dan ibuku serta kasihanilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku diwaktu kecil

sariazmita menulis on Mar 5, '07
akmal} berkata
Anak yang baik harus sering-sering memaafkan orang tuanya
ortu yang baik sebaiknya juga harus sering2 memaafkan anaknya. Jadi, timbal balik

akmal menulis on Mar 5, '07
izziaryy} berkata
Saling mendoakan biar bisa jadi anak baik ya Kang :)
yyuuuukkk.... :)

akmal menulis on Mar 5, '07
dan tentu sebelumnya kita juga menjadi anak yg sholeh/sholeha dulu....
nah itu juga salah satu masalahnya... rata2 manusia ingin menerima tapi malas memberi... ingin dapat anak soleh padahal dia sendiri tidak berbakti pada ortunya... kan repot... :)

akmal menulis on Mar 5, '07
ianaja} berkata
betul sekali. semoga kita mampu untuk saling memaafkan dan berbuat yang terbaik untuk mereka
aamiiiiin.....

akmal menulis on Mar 5, '07
elqassam} berkata
gimana ya jadi orang tua...???? ^_^
yg jelas gak gampang bos... :D

akmal menulis on Mar 5, '07
seeselvy} berkata
pengalaman teman: ayahnya melarang anak2nya mengenakan jilbab, begitu juga istri beliau. Walaupun istrinya sejatinya mengenakan jilbab, namun saat tertentu sang suami memerintahkannya melepas, seperti: saat mengahdiri pesta pernikahan dan acara2 lainnya. Hal ini juga dialami teman saya, ia dilarang berjilbab waktu menikah, kecuali kelak bila sudah menginjak usia senja. Dan teman saya hanya bisa menuruti....dengan alasan : "ayah saya yg punya uang dan kuasa atas saya".
prihatin sebenarnya, tapi Insya Allah teman saya ini akan mendapatkan calon suami dengan kualitas iman yg baik(insya Allah menikah pada tanggal 1 April 2007), semoga kelak dapat menjadi imam yg baik.
aamiiin, semoga ia dapat imam yg baik.... :)

akmal menulis on Mar 5, '07
wahyu25} berkata
Tendangan langsung ke ulu hati ...
wah jgn berantem trus donk bos... kekekeke :D

akmal menulis on Mar 5, '07
sariazmita} berkata
ortu yang baik sebaiknya juga harus sering2 memaafkan anaknya. Jadi, timbal balik
hehee berhubung saya belum jadi ortu, jadi saya hanya berani bicara sbg anak deh utk sementara ini... :D

funnyfunky menulis on Mar 5, '07
Alhamdulillah, ortu dan guru di skolah gak pernah ngajarin hal-hal yg bertentangan. Jadi gak pernah ngalamin dilema

akmal menulis on Mar 5, '07
funnyfunky} berkata
Alhamdulillah, ortu dan guru di skolah gak pernah ngajarin hal-hal yg bertentangan. Jadi gak pernah ngalamin dilema
hehehee siiiplah... :p

seghoqu menulis on Sep 4, '07
ahlan mas Akmal! bagus banget, masya allah, tapi mungkin kalau saya tidak salah kisah yang anda cantumkan di atas, tentang mus'ab bin umair, mungkin perlu di rujuk kembali ke buku asalanya, karena anda telah menggabungkan antara 2 cerita, antara cerita Mus'ab bin umair dan sa'ad bin abi waqoss.

akmal menulis on Sep 5, '07
seghoqu} berkata
ahlan mas Akmal! bagus banget, masya allah, tapi mungkin kalau saya tidak salah kisah yang anda cantumkan di atas, tentang mus'ab bin umair, mungkin perlu di rujuk kembali ke buku asalanya, karena anda telah menggabungkan antara 2 cerita, antara cerita Mus'ab bin umair dan sa'ad bin abi waqoss.
akan saya cek lagi, tapi rasanya sih udah bener, karena saya blum pernah baca kisah hidupnya Sa'id bin Abi Waqqash ra...

gessylenz menulis on Nov 11, '09, telah disunting on Nov 11, '09
ehmmm...
betul banget.. jd ngga cuma dari salah satu pihak doank ya yg saling memaafkan?...
karena hanya akan memberatkan pihak yg lainnya...
terima kasih banyak share-nya.., memang kebetulan sedang 'sangat' membutuhkan artikel semacam ini.. :)
Komentar telah dihapus atas permintaan penulis.